“Hidupku itu ya, kalau ditulis jadi novel mungkin sudah jadi best seller. Penuh air mata, untunglah sekarang sudah happy ending”.
Ms.T (nama di samarkan dengan inisial tentu dengan alasan untuk menutupi data pribadi dari pembicara di atas, meskipun ngga mungkin dia baca baca blog ini kan, tapi ya tetap sajalah saya harus berjaga jaga demi hubungan yang baik dengan “dia yang namanya disamarkan” itu)
Seminggu belakangan saya kok agak sering mendengar ucapan seperti ini dari beberapa orang berbeda. Hmm… saya jadi kepikiran begini: memangnya ada ya kisah hidup yang flat? datar aja gitu kayak bunga KPR dua tahun pertama? Kayaknya si nggak mungkin ya. Setiap orang mesti memiliki pengalaman yang “rame” rasa. Meskipun dari bungkus dan kulit dan jahitan dan potongan terasa hidup si ANU sangat sempurna dari kacamata kita, tetapi sebenarnya kita ga pernah tahu apa yang sudah di lalui, apa yang sudah dia hadapi, apa yang mesti dikorbankannya untuk sampai di posisi dia sekarang.
Saya yakin hidup kita masing masing memiliki bagian tertentu yang sangat layak ditayangkan menjadi salah satu judul di layar perak, emas dan tembaga. Tidaklah mungkin hidup seseorang isinya hal hal rutin, kejadian reguler, tidak mengalami masalah yang membuat perut mules, susah tidur, males pergi kerja, males pergi sekolah, males makan dan gejala stress cenderung suntuk suntuk nekat gitu… Setiap orang dalam satu masa dalam hidupnya mesti akan menjalani saat saat demikian. Ada yang mengalami sekali lalu happy, ada yang mengalami bukan hanya dua atau tiga atau empat tetapi lima kali masa kegelapan lalu happy, ada juga yang terjepit sekian lama di masa sulit lalu mati dengan hati pahit.
Hidup menawarkan banyak sekali hal dalam waktu yang terbatas kepada kita, yang sering menjadi masalah adalah kita meributkan “batas” yang tak tahu kapan. Dan ini membuat saya teringat pada quotable quotes dari cak lontong: orang bilang kita hidup hanya sekali?salah! kita hidup setiap hari dan kita mati sekali.