
Tidak lama setelah kami menikah, seorang teman bertanya: sudah berantem kalian? Dan Saya menjawab dengan senyum.
Menurutku, pasangan yang bertengkar menjadi sangat sangat “normal” dalam budaya Kita. Setelah menikah, ya pasti kudu mesti bertengkar, itu adalah bunga bunganya… Heran Juga sebetulnya… Kok pertengkaran itu disamakan dengan bunga, kenapa ndak disamakan dengan duri? Atau gulma? Atau tunas atau umbi? Kan bunga itu umumnya indah, Masa pertengkaran itu indah?
Pertengkaran itu bisa … Inget ya… Bisa… Jadi bukan satu satunya cara Untuk lebih mengenal pasangan Kita dengan lebih baik. Kan lebih nyaman Dan indah jika Kita berusaha mengenali pasangan Kita sambil minum teh Dilmah yang wangi (Saya bisa menyarankan rasa blackcurrant atau Earl grey Dan disajikan tanpa gula/madu ππ) Ditambah dengan kudapan brownies atau kue nastar (nggak perlu yang premium, yang standard pun sudah endess kok), Lalu ada Juga segelas .. mmm .. ini sudah melantur terlalu jauh ya, π π ; maksud Saya, mengenali pasangan dengan cara duduk bersama minum teh, ngemil Dan ngobrol kan lebih sehdap daripada berantem?
Tentu tidak setiap Hari kami berdua tersenyum seperti di foto, memang ada waktu-waktu kami berdua menerapkan silent treatment. Paling lama 1-2 Hari… Dan disaat seperti itu, Saya selalu membuka aplikasi gallery foto dan memandang foto-foto penuh senyum itu. It’s good to remind ourselves oftentimes why we fall in love with this person in the first place.
Saya tidak setuju pertengkaran menjadi Hal yang “biasa/wajar/normal” dalam pernikahan, menurut Saya, kemesraan, tawa lebar, keakraban, intim, setia, kelembutan dan segala yang baik, itulah yang wajar dalam pernikahan.
Cheers,
Karin Sabrina