Kita ngga pernah bisa tahu apa yang akan terjadi besok, minggu depan, bahkan satu jam ke depan. Bisa saja di satu hari yang terasa indah, tiba tiba, kita di kritik oleh seorang pria berkulit putih mulus dan berkuku panjang. Kritik nya pedas tapi tidak memiliki substabsi.. zii… ya jelas saya menulis seperti itu karena saya yang di kritik, kalo giliran saya mengkritik pastilah saya akan mengatakan kritikan saya pedas namun berisi, penting untuk membangun kekuatan mental serta berdaya guna untuk menghasilkan produk yang lebih baik di masa depan. Hahahaha…
Saya baru sadar, Setelah mabok berkepanjangan hihi, memberi kritik itu seni tersendiri, tidak mudah memberi kritik karena tidak ada yang suka menerimanya. Orang jelas lebih suka menerima THR atau minimal senyum manis daripada kritikan toh. Tapi bukan berarti kritik itu tidak penting, tentu dia sangat penting, bagaimana kita bisa memperbaiki diri jika tidak ada yang mengkritik? Tetapi, yang perlu di beri perhatian khusus adalah proses menerima dan memberi kritik itu sendiri.
Ketika kita menerima kritik dari pria berkulit putih dan berkuku panjang (PBPKP) semacam: Saya tidak mengerti, apa sih yang kamu bicarakan dari tadi, topic ini ngga familiar buat saya. Apa ukuran yang kamu pakai? Trus implikasinya apa kerjaan kamu ini? Tentu.. tentu di saat itu saya merasa ingin menggerus kukunya dengan gerusan keju, saya juga ingin membalas dengan jawaban pedas level 15, dan ada banyak keinginan lain yang kurang bersahabat. Tetapi, sebagaimana seni seni yang lain, seni menerima kritik adalah kemampuan yang harus di latih. Tidak akan ada kemampuan seni yang datang sendiri. Hanya kenangan manis dengan mantan terindah yang suka datang tiba tiba.. eh..
Bicara soal mantan terindah, aish! Itu topik lain kali lah..hari ini bicara KKM, kritik kritik manja. Bagi saya, analogi berikut cukup membantu untuk menerima kritikan pedas dari PBPKP, anggaplah kritikan pedas itu seperti kertas pasir, ngga enak memang pas di gosok pake kertas pasir, tapi pada akhirnya setelah di gosok , kita jadi halus dan berkilau, sementara kertas pasir tadi, selesai di pake ya di buang, ga bakalan di refill. Maksudmu si PBPKP itu kita buang gitu? (ya kalo bisa sih hehehehe.. nggaklah!)
Kita menjadi orang yang lebih baik bukan karena puja puji, bukan karena di elus elus ( elusan sering membuat sesuatu lebih besar tapi belum tentu membuat kita menjadi orang yang lebih baik ). Kritik kritik pedas dari PBPKP atau dari siapa ajalah, sepatutnya kita terima dengan dada seluas lapangan merdeka. Tidak perlu sakit hati, apalagi sakit kulit gegara menerima kritik, justru kita harus berterimakasih pada pemberi kritik. Mereka sudi bersusah payah membuat kita lebih halus dan berkilau. Mario Puzo di God Father malah mengingatkan: be very careful with those who knows nothing but praise you, they’ll make you weak.
Itu soal menerima kritik, bagaimana saat kita yang mendapat kesempatan meng-kritik? Apa kita juga akan melontarkan ucapan ucapan pedas dengan anggapan kita adalah kertas pasir yang akan bikin orang yang kita kritik menjadi halus dan berkilau? NOPE. An eye for an eye will make the whole world blind (Mohandas Gandhi). Ketika kita di beri kesempatan meng-kritik orang, aturannya adalah: Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. ziii… Menuliskan hal seperti ini tidak otomatis membuat saya menjadi orang yang sudah melakukan hal itu. Jika anda berpikir saya adalah sejenis orang yang bisa terima kritikan dengan dada seluas danau toba, anda keliru, sangat keliru.. ;P