Barangkali, karena saya anak tunggal, saya kurang suka berkompetisi. Dari dulu tidak suka ikut perlombaan, ntah lomba nyanyi, lomba lari, atau lomba belajar – ada gitu lomba belajar? yaaa.. adalah, dulu mamak sering kali bilang begini: kau liat si nopita itu, rengking dia. kau terus rengking 10, ga bisa kau lomba dia? hehehe kan, ada lomba belajar kan? –
Ketika harus berkompetisi pun, biasanya saya tidak punya mental “harus menang”, lebih sering saya punya pikiran ” ah yang penting udah ikut”. Dan biasanya ketika saya berpatisipasi dalam satu kompetisi, itupun karena disuruh . Jadi ngga pernah saya punya inisiatif untuk ikut sendiri.
Dulu, ketika istilah globalisme.. (pelan pelan bacanya.. glo.bal.isme, bukan gombalisme, beda jauh itu yah) lagi populer, sikap males berkompetisi ini jadi masalah, buat mamak terutama. Males, cuek, ga pede, dan lain lain di semat pada saya, tentu dengan bumbu bumbu takut. “kekmana kau nanti, ah ga pernah kau juara, yang susah lah idupmu nanti. ga bisa dibawa perang kau.” // “kok pingin kali mamak balik lagi ke jaman perang mak?” ga suka mamak damai?”// mamak: mendengus dan suruh cuci piring. XD
Sekarang, apakah kompetisi udah ga penting lagi? dan orang-orang yang males ikut lomba seperti saya sudah lebih berterima di masyarakat? Ya nggak juga. Bedanya karena sekarang saya sudah jadi mamak-mamak juga, jadi ya ga ada lagi yang bisa suruh ikut lomba ini itu.
Berarti di kalangan mamak-mamak ga da lomba-lomba? hoo.. banyak! serius! banyak banget.. saya juga heran sebetulnya segala perlombaan itu siapa yang memulai, kapan selesainya dan apa hadiahnya. Anak siapa yang paling pinter, Anak siapa yang sekolahnya paling mahal? Siapa yang paling banyak belanja tupperware? Siapa yang paling sukses? dan lain lain…
Jadi intinya adalah saya tetep ga mau ikut the voice, asian next top model, penghuni terakhir, katakan putus atau masih kah kau mencintaiku? err… yang dua terakhir itu…. bukan lomba kayaknya bang. XD