
Ada tertulis, cukupkan hidupmu dengan gajimu, dengan kata lain jangan lebih besar pasak daripada tiang, dengan cakap yang berbeda, jangan pakai duit yang bukan milikmu untuk membeli barang yang tak kau perlukan sekedar untuk membuat terkesan orang yang tak kau suka.
Dua hari ini saya banyak berpikir..tsaah.. melamun lah ya, kalo berpikir kesannya saya pinter banget, banyak mikir.. kan nanti misleading, di zaman seperti sekarang memberi informasi yang salah kepada pihak ketiga itu adalah tindakan yang bisa menimbulkan dampak negative. Yak, saya banyak melamun soal “hidup cukup”.
Manurut saya “hidup cukup” bukanlah suatu kondisi dalam bentuk future tense, kondisi yang akan kita capai di masa mendatang yang belum bisa ditentukan karena tentu rezeki dan umur serta jodoh adalah murni urusan yang Maha Kuasa, kondisi ini pun konon bisa dimiliki SETELAH rajin menabung dan memiliki investasi dalam berbagai bentuk semacam reksadana dan/atau rumah kost-kostan dan/atau kebun sawit 100ha. Setelah melamun 2 hari, menurut saya hidup cukup adalah seni, dan sebagaimana kesenian apapun agar memiliki kemampuan tingkat mahir kita mesti rajin berlatih, setiap hari mesti di latih, ga ada alasan capek, sakit kepala, sakit hati, hujan, lemes lemes dan alasan lain lain.
Hidup cukup mesti di latih setiap hari. Saat jiwa ingin beli baju baru dengan alasan baju yang lama sudah lusuh dan sangat tidak representatif untuk dipakai ke kantor, maka kita perlu menahan diri karena mengingat bulan ini uang sekolah mesti dibayar dua bulan, lalu mesti ada dana jaga jaga karena beberapa kali setelah di starter, mesin mobil tetiba mati..
Hidup cukup bukan pelit, bukan pula cita cita, tetapi seni yang mesti dilakukan dengan hati bersyukur, karena ada juga di ajarkan untuk meminta makanan yang cukup setiap hari, bukan meminta makanan yang tamboh tamboh.
Cheers.